Kata kunci pembinaan ini adalah: kepemimpinan, misi, konteks, dan program. Mari kita menelusur.
Vikar
Kata vikar mulai dikenal secara umum pada abad ke-14 di Eropa. Vicaire (Anglo-Perancis), yang berarti wakil atau orang kedua setelah pimpinan. Abad ke-12, kata ini dipakai khusus di kalangan gerejawi. Gereja-gereja yang berbahasa Latin menggunakan kata vicarius untuk menyebut para imam pengganti yang ditugaskan di suatu tempat karena sang imam di paroki tersebut berhalangan. Dalam konteks pada waktu itu para vicarius ini adalah kelompok klerus juga.
Namun, sejatinya kata ini dipakai dengan alasan teologis yang jauh lebih kuat daripada sekadar pemakaian praktisnya. Kata ini diambil dari akar kata vicis yang berarti perubahan. Mereka yang berjumpa dengan Tuhan akan mengalami perubahan dalam hidupnya. Arah hidupnya baru, kebersatuan dengan Tuhan dan sesama ciptaan. Orang-orang yang mengalami kondisi vicis akan menjadi wakil Tuhan, sebagai Kristus yang mewakili kehadiran Tuhan, sepanjang hidupnya.
Di GKJW, pemaknaan kata ini bisa dianggap bersepadan dengan akta medehelper (Bahasa Belanda). Ketika NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) mengirimkan para zendeling ke Nusantara, termasuk Jawa Timur, tugas pekabaran Injil terlalu luas seiring perkembangan pasamuwan-pasamuwan. Maka para zendeling saja tidak akan mampu melakukan tugas besar pekabaran Injil itu. Untuk membantu para zendeling, diajarlah para bumiputera asli Jawa untuk membantu menyebarkan kabar sukacita Injil. Mereka ini disebut para medehelper. Mereka adalah para zendeling-zendeling lokal yang berkarya di pasamuwan atau membantu penyebaran kabar sukacita Injil ke seluruh dunia. Untuk tujuan inilah Balewiyata didirikan, menjadi lembaga pendidikan para zendeling lokal ini.
Dalam perkembangannya, ketika pasamuwan-pasamuwan sudah mandiri, dan kunjungan zendeling tidak seramai dulu (karena berbagai macam sebab yang terjadi di Belanda) para medehelper ini membantu juga sebagai pemuka pasamuwan (voorhanger). Dari sanalah sebutan guru pamulang berasal.
Hari ini, ketika guru pamulang disejajarkan dengan pendeta dan guru Injil, tugas mempersiapkan pekabar-pekabar Injil lokal ini terus berjalan. Melalui apa? Kita menyebut hari ini: proses vikariat. Yang orang-orangnya adalah para vikar. Para vikar adalah orang yang membantu pekabaran misi dan kabar sukacita Kristus ke berbagai belahan dunia.
Sehingga, tidak cukup sebenarnya ‘waktu persiapan menjadi pendeta’ atau sekadar ‘mencicipi tugas pendeta’ disematkan kepada para vikar ini. Vikar adalah para medehelper, orang-orang yang sudah mengalami pembaruan hidup oleh Sang Roh Kudus, dan mempersiapkan dirinya terlibat dalam karya pekabaran Injil yang – bisa dikatakan – jauh lebih serius. Siapa yang serius? Pendeta. Maka pendeta, dalam berbagai macam gaya dan ekspresinya, adalah orang-orang yang serius menyebarkan misi kesukacitaan Injil. Vikar mempersiapkan diri ke sana.
Pembinaan Vikar I/2024
Demi tujuan itu, maka mempersiapkan vikar menjadi pendeta bukan sekadar mempersiapkan para pemimpin-pemimpin di jemaat. Itu mudah. Mempersiapkan vikar adalah mempersiapkan para misionaris, para zendeling. Misi hidup mereka jelas: saya hidup untuk menyebarkan kabar sukacita Injil. Mereka tidak sempurna, karena tidak ada seorang pun yang sempurna. Namun, arah tujuan mereka tidak bisa ditawar. Bukan sekadar menyenangkan dan diterima jemaat, itu mudah, tetapi memberitakan kabar sukacita Injil Kristus. Semua orang Kristen punya tugas itu, tapi tidak semua orang yang dipanggil untuk secara serius dan sepenuh hidupnya melakukan itu.
Karena itu, mereka perlu menata diri. Berbagai modal yang mereka miliki perlu diasah. Bersama Bapak Hadi Prasetyo, teman-teman mud aini akan diajak untuk melihat kepemimpinan dirinya dalam hubungannya dengan spiritualitas. Bukan sekadar Pak Hadi Pras memiliki pengalaman kepemimpinan dan kesetiaan pada iman, tetapi beliau juga warga jemaat yang memiliki harapan akan seperti apa para pendeta. Perspektif jemaat pada pendeta penting, supaya pendeta tidak merasa kecil atau sebaliknya jumawa.
Mereka perlu dibekali mengapa gereja ini masih beroperasi sampai hari ini. Menjadi organisasi itu mudah, tinggal mendaftarkan diri ke Kementrian Hukum dan HAM, setiap organisasi bisa melakukan ini, termasuk mengelola segala hal yang dimilikinya dan diusahakannya. Namun, gereja jelas tidak begitu saja, ada misi yang diemban oleh gereja dan itu yang menentukan arah gereja. Gereja bukan sekadar organisasi yang melakukan perkara organisatoris belaka, tetapi organisasi gereja dituntun oleh apa yang menjadi misinnya. Pdt. Gideon akan menemani para vikar menemukan core value GKJW. Mau dibawa ke mana gereja ini? Sekaligus dari mana gereja ini berasal. Sehingga gereja tetap menjadi gereja yang jelas misinya, gereja misioner.
Para vikar ini perlu mengenal medan pelayanannya, bagaimana konteks yang mereka jumpai. Proses ini tidak bisa dipisahkan dari semangat bermisi yang dilakukan. Pengenalan medan menjadikan Yesus tidak mengkhotbahkan perkara-perkara tinggi dan tidak terjangkau, karena orang-orang yang dihadapinya adalah para nelayan dan masyarakat kecil. Pengenalan Yesus pada konteks kekerasan dan ketidakadilan kepada orang-orang yang dicap berdosa karena sakit membawanya pada karya penyembuhan. Pembelaan Yesus pada perempuan dan anak didasarkan karena Dia mengenal konteks ketidakadilan pada kelompok margin di ruang hidupnya. Bagaimana konteks GKJW? Ini bukan sekadar GKJW di desa dan di kota, lalu apa bedanya jemaat satu dengan jemaat lain. Namun, mengenal ladang misi kita. Ladang tempat Tuhan menempatkan kita, sekaligus ladang yang perlu kita usahakan. Ladangya luas, pekerjanya tidak banyak. Maka pekerja perlu disiapkan menjadi pekerja yang cakap. Pdt. Dadi akan memfasilitasi pengenalan konteks ini.
Dari misi + konteks, akan didapatkan langkah operatif gereja. Bagaimana gereja beroperasi? Melalui program. Jadi program tidak berdiri sendiri asal ada kegiatan. Program ada untuk melakukan misi kontekstual. Demikianlah program tidak bisa sekadar pendeta atau warga mau apa, tetapi ditimbang apakah program itu sedang dalam upaya mewartakan kabar sukacita Injil Kristus. Sehingga program tidak sekadar menjadi sarana glorifikasi dan pemenuhan kebutuhan diri dan komunitas belaka, apalagi penciptaan monumen-monumen kecil keberhasilan personal. Demikianlah Pdt. Sarwindra akan menemani para vikar belajar masuk dalam seluk beluk hidup berprogram, yang tidak sekadar teknis membuat PKT, tetapi menjawab juga mengapa PKT ada? Mengapa PPJM ada? Bagaimana GKJW mengatur segala harta yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Karena di mana hartamu berada, di situ hatimu berada.
Akhirnya untuk apa? Supaya para vikar ini bisa melakukannya.
Balewiyata dan Komisi MSDM
Leave a Reply