Ruang utama kehidupan spiritual bukanlah doa tetapi kehidupan sehari-hari. Manfaat dari Centering Prayer terungkap bukan selama periode doa, tetapi dari waktu ke waktu dalam cara kita menjalani hidup kita.
Inti dari doa pusat adalah mengafirmasi kehadiran dan aktivitas Allah dalam hidup seseorang. Setiap kisah hidup kita bernuansa spiritual (upaya menemukan makna dari kehidupan, dan makna itu didapatkan dalam keterhubungan dengan Tuhan). Sebagai tanggapan terhadap niat kita untuk menjadi lebih dalam bersatu dengan kehadiran ilahi, Allah bertindak di dalam kita untuk mengubah kita, membuat kita lebih seperti Kristus. Dan hal ini terjadi dalam kesediaan hening, berjeda, dan memusatkan diri pada Tuhan.
Sejarah
Doa yang Memusat (Centering Prayer) dikembangkan sebagai respons terhadap undangan Konsili Vatikan II untuk membangkitkan ajaran kontemplatif awal Kekristenan, sebagai upaya menghidupi teologi yang tak selalu harus dalam bentuk mewujud, serta menyajikannya dalam format yang diperbarui. Dengan cara ini, metode Centering Prayer diambil dari praktik-praktik kuno warisan kontemplatif Kristen, terutama praktik monastik tradisional Lectio Divina dan praktik yang dijelaskan dalam klasik anonim abad ke-14 The Cloud of Unknowing dan dalam tulisan-tulisan mistikus Kristen seperti Yohanes Cassian, Fransiskus dari Sales, Teresa dari Avila, Yohanes dari Salib, Therese dari Lisieux, dan Thomas Merton. Yang terpenting, Centering Prayer didasarkan pada kata-kata hikmat Yesus dalam Khotbah di Bukit:
“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Matius 6:6 (TB1 – LAI)
Pada tahun 1970-an, sebagai tanggapan terhadap panggilan Konsili Vatikan II, tiga biarawan Trappist di Biara St. Joseph di Spencer, Massachusetts, Para Bapa William Meninger, Basil Pennington, dan Thomas Keating, mengacu pada sumber-sumber kuno ini untuk mengembangkan metode sederhana doa diam bagi orang-orang kontemporer. Doa tersebut dikenal sebagai Centering Prayer sebagai referensi kepada deskripsi Thomas Merton tentang doa kontemplatif sebagai doa yang “berpusat sepenuhnya pada kehadiran Allah (centered entirely on the presence of God).”
Para biarawan menawarkan lokakarya dan retret Doa Pusat kepada anggota klerus dan umat awam. Minat terhadap doa ini menyebar, dan segera setelah retret Doa Pusat intensif pertama pada tahun 1983, organisasi Contemplative Outreach dibentuk untuk mendukung jaringan praktisi Doa Pusat yang berkembang. Saat ini, Doa Pusat dipraktikkan oleh orang-orang di seluruh dunia, menciptakan jaringan lokal dan global umat Kristen yang bersatu dengan Kristus dan satu sama lain, serta berkontribusi pada pembaharuan dimensi kontemplatif Kekristenan.
Leave a Reply